KEBIASAAN ORANG INDONESIA (PART 1) : RASIS

Kali ini gue mau bahasa soal 'kebiasaan orang indonesia' yang sebenernya kurang sopan. Pernah denger kata2 ini ga sih?

"eh, dia agama apa sih?"
"eh dia muslim atau hindu sih?"
"eh muslim ko kaya gitu sih?"
"eh dia nasrani yaa?"

dan masih banyak lagi. Sebenernya gue ngga ngerti sama pemikiran orang Indonesia yang selalu nyinyir atau kepo soal agama. Bukan gimana, tapi kesannya itu rasis banget. Kaya beberapa waktu lalu, ada 2 kasus yang gue liat di media sosial. Kasus yang pertama adalah soal Ayah Nagita Slavina yang kehilangan anjingnya dan yang kedua adalah soal Anjing pitbull yang menggigit anak majikannya. So, gue emang suka baca2 berita dari sosial media. apa pun dan berkaitan dengan apa pun itu. Hal pertama yang gue simak adalah isi beritanya. Dan hal yang kedua adalah 'komentar para netizen'. beberapa diantaranya yang sampe gue hapal itu gini :

"Omnya kristen ko anaknya islam sih?"
"Oom agamanya apa sih?"
"Itu muslim piara anjing?"
"Sholat? Ko piara anjing. salah sendiri"
"Gue kira bukan muslim"

Ngga cuma sekedar nyinyir, ada juga nih netizen yang memberikan wejangan panjang sampe kolom komentar ga muat. 

Ada juga yang beberapa bulan yang lalu yang buat gue ga habis pikir, soal artis multitalenta  Cinta Laura yang merupakan Brand Ambassador produk ternama di Luar negeri. Menurut berita yang gue baca sih, pas bulan ramadhan dia upload foto agak sedikit terbuka. Dan netizen pun mulai nyinyir :

"Mbak cinta bulan ramadhan ko pakaiannya gitu?"

Gue tau dia muslim, dan jujur, gue sangat terpukau dengan jawaban Cinta yang sebegitu cerdasnya. Gue lupa kata2nya gimana, tapi intinya "itu karena pekerjaan. itu karena dia merupakan model yang harus memakai pakaian sebuah brand ternama"

C'mmon! Please open your mind guys. Dunia itu luas. Masih banyak hal yang harus lo pikirin dan lo kerjain daripada harus komentar hidup orang.

Gue ngga habis pikir kenapa orang Indonesia harus sebegitunya ngurusin kehidupan orang. Apalagi soal agama, dan itu sangat ga sopan sekali bagi gue. Kenapa sih kenapa? Ada yang bisa jawab?

Gue sebagai orang yang lahir besar di pulau bali, yang dimana gue juga minoritas disini, sangat menyayangkan sama orang2 yang masih suka nanya soal agama. Ngga cuma netizen. Bahkan kalo gue lagi dinas luar atau pun lagi chattingan sama temen gue di lain instansi yang notabene orang luar BALI, pasti selalu nanya ke gue :

"sholatnya gimana?"
"sholatnya dimana?"
"trus kehidupan disana gimana?"
"Kalo mau makan gimana?"
"susah yaa hidup disana?

Dan dengan santai gue ngejawab :

"Kalo sholat, di rumah bisa. lagian di bali banyak masjid sama mushola. jadi ga perlu bingung"
"kehidupan di bali itu toleransinya tinggi banget. kita sama2 ngerti ko disini, beda sama orang luar bali yang kadang masih acuh sama tetangganya sendiri"
"kalo mau makan yaa gampang. warung muslim banyak, restoran fast food juga banyak. jadi tinggal pilih mau makan dimana. mau masak sendiri juga oke"
"Hidup di bali ngga susah ko, biasa aja. disini itu nyaman. ga berisik dan ga sumpek kaya bekasi dan jakarta. disini masih banyak space buat ngehirup udara segar. pagi2 pun masih pure banget udaranya, meskipun gue tinggal di pertengahan kota"

Dan dengan jawaban yang gue kasih, mereka hanya bilang "Ohh gituu" dengan ekspresi wajah yang kaget.

Jujur, gue sangat terbiasa sekali tinggal dan hidup di lingkungan minoritas. Tapi gue ngga pernah ngerasa BEDA sama sekali. Gue tuh ngerasa kehangatan dan kekeluargaan disini itu ada. Beda sama sewaktu gue di Jakarta yang cuma 3 minggu. 

Balik lagi soal ke-rasisan. Bagi gue ngga usahlah yang sebegitunya sensitif soal agama. Lo hidup itu di jaman millenial coy. Lo juga gatau siapa yang bakalan ada di lingkungan hidup lo kan? Lo itu harus pinter beradaptasi dan ngga boleh alergi dengan perubahan. Percaya deh, Tuhan itu satu. Dimana pun lo, Tuhan selalu ada. Percaya dengan keyakinan yang lo pegang dari lahir. Semua orang itu sama. So, pesan gue, hargailan seseorang dan tetap toleransi yaa , kita ngga akan tau gimana kita hidup dan dengan siapa kita bakal hidup kelak :)
Sekian...
Denpasar, 08 Agustus 2017

Comments

Post a Comment